Berita BPSDM

BPSDM Jatim Selenggarakan Diklat Kepemimpinan Dalam Penanggulangan Bencana bagi Kepala Daerah dan Ketua DPRD se-Jatim


Gerak Cepat BPSDM Jatim Tindak Lanjut Akreditasi A Diklat Manajemen Kebencanaan dari BNPB

SURABAYA - Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Jatim yang baru mengantongi akreditasi A Diklat Manajemen Bencana dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) langsung gercep (Gerak cepat) menggelar Pelatihan Kepemimpinan Penanggulangan Bencana, Rabu (2/11).

Tak tanggung-tanggung, pelatihan tersebut dihadiri langsung orang nomor satu di Jatim dan BNPB. Yakni Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto dengan bupati/ wali kota, Ketua DPRD, sekretaris daerah, Kalaksa BPBD dan Kepala Bappeda kab/kota se-Jatim sebagai peserta.

Dalam kesempatan itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta Bupati Walikota bersama jajaran forkopimda setempat membangun komitmen dan kolaborasi bersama dalam penanggulangan bencana di wilayahnya masing-masing, terutama dengan turun langsung memantau hulu sampai hilir.

Sebagai langka antisipasi bencana, Gubernur Khofifah mengajak Bupati Walikota untuk selalu aktif mengupdate informasi potensi dan resiko bencana di wilayahnya. Baik dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sampai dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) untuk mitigasi bencana geologi atau kegunungapian.

Langkah penting lainnya ialah memetakan potensi bencana dengan melakukan langkah-langkah preventif. Mulai dari mengecek aliran sungai atau irigasi, membersihkan sampah di aliran air sungai, sampai memastikan pintu air berfungsi dengan baik.
“Kebijakan dan pengambilan keputusan tepat yang diambil oleh pemerintah daerah akan memberikan percepatan perlindungan masyarakat terhadap dampak bencana. Oleh sebab itu penanggulangan bencana ini harus dilakukan dengan cepat, tepat dan bermanfaat bagi masyarakat,” lanjutnya.

Gubernur Khofifah menegaskan, penangananan bencana tidak serta merta saat tanggap darurat saja. Paradigma responsif/reaktif perlahan harus diubah untuk menuju paradigma bencana yang lebih preventif agar bisa meminimalisir risiko terjadinya bencana. 
Sementara itu, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto mengatakan, sampai dengan 1 November 2022 tercatat jumlah kejadian bencana di Indonesia sebanyk 3.045 kali. Dominasinya yakni cuaca ekstrem, banjir dan tanah longsor. 

Bencana alam ini menimbulkan korban meninggal dunia sebanyak 202 jiwa, korban hilang 29 jiwa, 838 orang luka-luka, dan terdampak lain mengungsi sebanyak 3.930.281 jiwa. “Sedangkan kejadian bencana di Jatim dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dari 2012-2021, Kab Bojonegoro merupakan kabupaten di Jatim dengan jumlah kejadian bencana paling tinggi. Dan tren kejadian bencana tiga tahun terakhir didominasi hidrometeorologi basah,” katanya.

Menurutnya, peran pemerintah daerah dalam fase penanggulangan bencana yakni paham dan laksanakan Standar Pelayanan Minimum (SPM) bidang penanggulangan bencana secara konsisten. 
Sektor terkait  harus dilatih secara berkala terkait rencana kontijensi dan operasi dengan semua unsur terkait. Selain itu personil, sarana dan prasarana serta gudang logistik peralatan juga menjadi hal yang harus dipastikan siap sebelum bencana terjadi.
“Pimpinan daerah harus mengetahui potensi bencana di daerah masing-masing. Buat pelatihan dan simulasi sesuai karakteristik bencana di daerah masing-masing,” katanya.

Sedangkan di fase tanggap darurat, lanjutnya, untuk cepat turun ke lapangan dalam waktu 1x24 jam harus bisa masuk ke sasaran. Serta tidak ragu-ragu dalam menentukan status siaga ataupun tanggap darudat jika ada potensi atau terjadi bencana. 
“Perhatikan kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi setiap terjadi bencana bisa memanfaatkan dana BTT atau sumber lain yang dipertanggungjawabkan. Lakukan pengumpulan data kerusakan sebelum fase transisi darurat berakhir, agar perbaikan in situ bisa dilakukan dengan Dana Siap Pakai (DSP),” pungkasnya.

Kepala BPSDM Jatim Aries Agung Paewai menambahkan, pelatihan kepemimpinan tanggap bencana ini dapat dilaksanakan lantaran BNPB telah mempercayakan akreditasi A kepada BPSDM Jatim dalam menggelar diklat manaejemen bencana. Piagam akreditasi A tersebut diterima BPSDM Jatim beberapa waktu lalu di Balikpapan.

“Sebagai lembaga penyelenggara diklat, kepercayaan ini sangat luar biasa. Maka, kami pun harus segera melakukan tindak lanjut sebagaimana komitmen ibu gubernur yang sangat kuat terhadap pengembangan kualitas SDM di Jatim,” tutur Aries.
Pelatihan ini, lanjut Aries, tidak hanya bermaksud menambah refrensi dan wawasan kepala daerah terhadap masalah kebencanaan. Lebih dari itu, kepala daerah diharapkan dapat mengambil kebijakan yang tepat, termasuk dalam hal perencanaan anggaran dalam menghadapi bencana. Sebab, berdasarkan UU 24 tahun 2007, pemerintah dalam hal ini presiden maupun pemerintah daerah yakni gubernur dan bupati/ wali kota menjadi penanggung jawab dalam pelaksanaan penanggulangan bencana.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Utama BNPB Lilik Kurniawan menyampaikan, terdapat enam hal utama dalam menyusun kebijakan pemerintah untuk manajemen bencana. Di antaranya ialah memperkuat perda, penguatan BPBD, melakukan investasi pengurangan resiko bencana (PRB), kerjasama antar wilayah, kerjasama pentahelix dan lokalitas penanggulangan bencana.
“Dalam membangun kesiapsiagaan menghadapi bencana, biasanya kita dikelompokkan berdasarkan instansi masing-masing. Padahal, seharusnya kita bersiaga berdasarkan klaster-klaster khusus. Misalnya klaster keamanan, klaster bahaya ikutan, klaster kesehatan, klaster pendidikan dan seterusnya,” pungkas Lilik.

Pada pelatihan tersebut, sejumlah narasumber dihadirkan dengan materi-materi khusus. Antara lain Dr Harkunti Pratiwi Rahayu dengan materi PRB dalam Perspektif Kepemimpinan, Dr Hendro Pradono dengan materi Pembangunan Daerah Berdasarkan PRB, Dr Dody Ruswandi Peran Pemimpin Daerah dalam Penanganan Darurat Bencana
 dan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Dr Safrizal dengan materi Prioritas Anggaran dan Tata Kelola Penanggulangan Bencana.*